Nama : Fauzia Ulfa
Jurusan : Akuntansi
Jakarta, 11Juni 2012
Universitas Pancasila
Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta 12640 Telp. (021) 78880305, 7874344, 7864721, 98880038, Fax. (021) 7271868 www.univpancasila.ac.id
Email : humas@univpancasila.ac.id
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999. Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi. Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take over . pengertian acquisition atau take over adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take over sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha. Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan. majelis Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup signifikan.
Kasus Posisi Dominan (Hukum Antimonopoli)
kasus susu segar siap minum
PT.Sususegar merupakan peternakan sapi terbesar di Batam dengan kemampuan untuk memasok seluruh kebutuhan susu segar di Batam yang dijual seharga Rp.10.000/liter. Selama ini tidak ada keluhan berarti dari konsumen Batam yang sangat menyukai susu sapi segar dan tidak ada substitusi dari susu sapi segar. PT.Susumurni merupakan pelaku usaha sejenis dengan wilayah usaha di Medan dan sedang berusaha untuk melakukan ekspansi di Batam dengan menjual produk susu sapi segarnya dengan harga Rp.8.500/liter.Dalam kurun waktu dua bulan konsumen Batam yang tadinya merupakan konsumen PT.Sususegar perlahan mulai beralih mengkonsumsi produk susu dari PT.Susumurni. Mengetahui PT.Susumurni mulai mengambil pasar, maka PT.Sususegar menerapkan strategi bisnis baru dengan menjual produk susu sapi segarnya dengan harga Rp.6.000/liter untuk menarik minat konsumennya kembali.
Harga bahan bakar yang semakin meningkat membuat PT.Susumurni tidak mampu bersaing harga dengan PT.Sususegar, yang akhirnya membuat PT.Susumurni meninggalkan pasar Batam dan kembali berkonsentrasi di Medan. Berdasarkan data KPPUdiketahui bahwa harga produksi susu sapi segar per liternya tidak mungkin lebih murah dari Rp.6.500.Satu bulan sejak PT.Susumurni meninggalkan pasar Batam, PT.Sususegar kemudian menaikkan harga jual susu sapi segarnya seharga Rp.11.000/liter.
Tindakan yang dilakukan oleh PT.Sususegar dapat dikategorikan sebagai kegiatan menjual rugi (predatory pricing). Kegiatan jual rugi ini merupakan suatu bentuk penjualan atau pemasokan barang dan atau jasa dengan cara jual rugi yang bertujuan untuk mematikan pesaingnya. PT.Sususegar yang mengetahui pasarnya mulai beralih ke pesaing kemudian menurunkan harga penjualannya dibawah harga produksi dengan tujuan menarik kembali konsumennya dan mematikan usaha PT.Susumurni. Berdasarkan sudut pandang ekonomi kegiatan menjual rugi dapat dilakukan dengan menetapkan harga yang tidak wajar, dimana harga lebih rendah daripada biaya variabel rata-rata. Dalam kasus a quo diketahui bahwa harga produksi tidak kurang dari Rp.6.500, sedangkan PT.Sususegar menjual produknya dengan harga Rp.6.000. hal tersebut melanggar Pasal 20 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa :
“Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”
Oleh sebab itu, Kegiatan menjual rugi yang dilakukan PT.Sususegar dilarang secara rule of reason dikarenakan penetapan harga dibawah rata-rata disatu sisi menguntungkan konsumen karena dapat memperoleh susu dengan harga yang sangat murah. Namun, disisi lain kegiatan jual rugi tersebut mematikan peluang PT.Susumurni untuk melakukan ekspansi usahanya di Batam.
2. PT.Sususegar dalam kasus a quo memiliki posisi dominan yang dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 29. PT.Sususegar sebagai produsen yang memiliki posisi dominan di pasar Batam sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 25 ayat (2) yang menyebutkan :
Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila :
a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Penguasaan pasar PT.Sususegar di Pasar Batam sebelum PT.Susumurni datang adalah sebesar 100% (seratus persen), sehingga unsur posisi dominan terpenuhi.
3. Memiliki posisi dominan di pasar bersangkutan adalah tujuan dari setiap pelaku usaha. Penguasaan posisi dominan di dalam hukum persaingan usaha tidak dilarang sepanjang pelaku usaha tersebut dalam mencapai posisi dominannya pada pasar bersangkutan atas kemampuannya sendiri dengan cara-cara yang fair. Konsep hukum persaingan usaha adalah menjaga persaingan usaha yang sehat tetap terjadi di pasar yang bersangkutan dan mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan melalui persaingan usaha yang sehat dan efektif. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tidak melarang pelaku usaha menjadi perusahaan besar, UU justru mendorong pelaku usaha dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan. Persaingan inilah yang memacu pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan harga yang kompetitif dibandingkan dengan kuallitas produk dan harga jual dari pesaingnya. Persainganlah yang mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang dominan. Tindakan PT.Sususegar yang kemudian menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing merupakan hak yang tidak dibenarkan oleh Undang-Undang No.5 Tahun 1999 sehingga PT.Sususegar telah melanggar ketentuan peraturan. Dalam Pasal 25 ayat (1) disebutkan bahwa :
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Tindakan yang dilakukan PT.Sususegar yang melakukan tindakan menghambat PT.Susumurni untuk masuk ke pasar Batam dengan menjual rugi susu produksinya memenuhi unsur pelanggaran terhadap Pasal 25 ayat (1), dimana tindakan tersebut pada akhirnya merugikan konsumen yang tidak mempunyai pilihan lain untuk memperoleh susu sapi segar. Juga tindakan tersebut telah menyebabkan PT.Susumurni menarik diri dari pasar Batam karena tidak mampu bersaing dengan harga yang sangat rendah seperti yang dilakukan PT.Sususegar.
4. Undang-Undang no.5 Tahun 1999 menggunakan dua pendekatan yaitu per se illegal dan rule of reason dalam interpretasi Pasal-pasal didalamnya. Pendekatan secara per se illegal terlihat melalui pasal yang sifatnya imperatif dengan interpretasi yang memaksa, sedangkan rule of reason tergambar dalam konteks kalimat yang membuka alternatif interpretasi bahwa tindakan tersebut harus dibuktikan dulu akibatnya secara keseluruhan dengan memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam undang-undang apakah telah mengakibatkan terjadinya praktek monopoli ataupun praktek persaingan tidak sehat. Posisi dominan yang diatur dalam Pasal 25 sampai Pasal 29 mengandung dua pendekatan. Contohnya, Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menetapkan bahwa satu pelaku usaha dinyatakan mempunyai posisi dominan, apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar atas satu jenis barang atau jasa tertentu. Dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dinyatakan mempunyai posisi dominan, apabila menguasai 75% atau lebih pangsa pasar atas satu jenis barang atau jasa tertentu. Ketentuan posisi dominan mengenai penguasaan pangsa pasar yang ditetapkan oleh Pasal 25 ayat (2) tersebut mensyaratkan bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut dapat mendistorsi pasar baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara normatif ketentuan Pasal 25 ayat (2) bersifat per se. Artinya, apabila suatu pelaku usaha sudah menguasai pangsa pasar 50% untuk satu pelaku usaha dan 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha, maka penguasaan pangsa pasar tersebut langsung dilarang. Akan tetapi jika pendekatan per se illegal diterapkan pada Pasal 25, maka akan menghambat tujuan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 sendiri, yaitu untuk mendorong pelaku usaha berkembang berdasarkan persaingan usaha yang sehat.
5. Tindakan yang dilakukan oleh PT.Sususegar telah memenuhi unsur-unsur Posisi Dominan (Pasal 25) yang telah mengakibatkan terjadinya praktek monopoli ataupun praktek persaingan tidak sehat, sehingga sanksi yang dapat KPPU berikan adalah sesuai dengan aturan dalam Pasal 48 ayat (1), yaitu : “Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp.25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya menjadi jembatan bebas hambatan informasi. Perkembangan dunia maya tersebut ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust, dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program “browser” yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Microsoft dikenal sebagai penyedia software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.
Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April 2004. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut bisa berinteroprasi.
Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar