Sabtu, 30 November 2013

Remember The Titans

“Remember The Titans”

cerita yang menceritakan sebuah perjuangan untuk sinergi dalam perbedaan.

Herman Boone adalah seorang afro Amerika yang ditempatkan menjadi pelatih football Amerika di TC William High School di Virginia. Posisinya sebagai pelatih menggantikan pelatih Yoast, pelatih kulit putih yang sangat dihormati oleh murid dan orang tua siswa. Tempat dan waktu episode ini berlangsung di Virginia 1971, saat dimana rasisme terutama antara kulit putih dan kulit hitam masih kental. Pergantian pelatih ini kontan membuat aksi protes oleh siswa dan warga kulit putih. Saat pelatih kulit putih, tidak ada seorangpun kulit hitam yang menjadi pemain tim football sekolah. Proses suksesi kepemimpinan berjalan nyaris menuai pertengkaran setelah Boone dan Yoast sepakat untuk memadukan para pemain kulit putih dan kuit hitam.

Terlihat sekali para siswa kulit putih dan kulit hitam tidak pernah akur, penuh amarah dan kecurigaan. Pelatih Yoast pun akhirnya diterima kembali sebagai pelatih pertahanan dibawah supervise Coach Boone. Konflik dan pertentangan berlangsung dalam tim football tersebut. Coach Boone pun melakukan acara tim building untuk menguatkan timnya. Sejak awal keberangkatan Coach Boone sudah melakukan inovasi kepemimpinan, dalam bus dan seluruh anggota tim harus memiliki pasangan duduk dari rekannya yang berbeda ras. Ditambah lagi saat di kamp pelatihan siswa berbeda ras dicampur menjadi satu. Kontan perkelahian antar siswa yang masing-masing membawa sentiment ras kerap terjadi.

Selanjutnya Coach Boone memberi tugas masing-masing pasangan kamar yang saling membenci untuk saling mengenal satu sama lain. Jika tidak porsi latihan yang gila-gilaan akan menjadi santapan mereka.akhirnya perubahan terjadi saat Coach Boone mengajak para anggota tim untuk lari ke daerah lapangan tempat terjadinya pertempuran Gettysburg yaitu pertempuran paling berdarah di Amerika Serikat. “the same fight we are still having today” adalah ucapan yang dilontarkan Coach Boone diatas lapangan yang pernah menjadi saksi ribuan kulit putih dan kulit hitam tewas akibat perang saudara. Pertumpahan darah yang dipicu oleh kedengkian akibat perbedaan warna kulit yang mungkin masih terjadi sampai sekarang.

Akhirnya sentiment ras mereka berubah menjadi rasa solid tim yang kuat. Para pemain kulit putih dan kulit hitam akhirnya bisa bekerja sama sebagai rekan tim. Coach Boone dan Coach Yoast akhirnya juga menjadi kolega yang saling menghormati walau berbeda warna kulit. Ditangan dua pelatih ini “THE TITANS” tim football sekolah TC William mampu menorah prestasi yang luar biasa di level nasional sehingga menjadi kebanggaan daerah Virginia. Walaupun terdiri atas pemain para pemain yang berbeda kulit tapi mampu meberikan kemampuan bermain dan kerja sama tim yang luar biasa. Di akhir cerita pemain THE TITANS berkumpul kembali saat pemakaman Bertier. Kedua pelatih tetap bersahabat dekat sampai tua.

*
- Film ini juga memakai gaya kepemimpinan dari penelitian Skandiva yaitu pemimpin berorientasi pada pertumbuhan karena para Coach menghargai eksperimentasi, mencari ide-ide baru agar perbedaan warna kulit ini bisa disatukan dan mencapain tujuan yang luar biasa serta menciptakan dan mengimplementasikan perubahan pada tim.
Coach di film ini adalah pemimpin transformasional karena Coach menginspirasi para pemain tim untuk melampaui kepentingan-kepentingan pribadi mereka dan membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para anggota tim yaitu ditunjukkan dengan cara Coach Boone mengajak ke lapangan yang pernah menjadi tempat pertempuran yang paling berdarah di Amerika Serikat antara ras kulit putih dan kulit hitam, sehingga pada akhirnya membuka pikiran dan hati para anggota yang berbeda warna kulit menjadi tim yang solid.

KEPEMIMPINAN



A.    DEFINISI KEPEMIMPINAN
              Kepemimpinan adalah suatu sikap pada diri indiviu Kepemimpinan merupakan sebuah sikap yang ada pada diri individu untuk mengatur serta mengorganisasikan beberapa orang untuk menjalankan suatu organisasi atau lembaga untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Pada hakikatnya,kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi,memberi inspirasi,dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Pemimpin adalah seseorang yang mampu untuk mengatur serta mengorganisasikan orang lain. Jiwa kepemimpinan ini pada dasarnya merupakan bawaan dari lahir akan tetapi jiwa kepemimpinan tersebut juga dapat dikembangkan ataupun ditumbuhkan dalam diri seseorang yang notabene tidak memiliki jiwa kepemimpinan.

B.     FUNGSI PEMIMPIN
  • Sebagai pengambil keputusan
Dalam hal ini,seorang pemimpin dituntut untuk mampu mengambil sebuah keputusan yang terjadi dalam sebuah organisasi yang sedang ia pimpin.Pengambilan keputusan ini,dilakukan dengan mengadakan sebuah rapat pertimbangan pengambilan keputusan dengan bawahannya.Sehingga pemimpin tidakl terkesan diktator.
  • Memotivasi anak buah atau bawahan
Seorang pemimpin harus mampu untuk memotivasi serta menginspirasi bawahan sehingga bawahan mampu meningkatkan semangatnya selama ia menjalankan tugasnya seperti yang diinginkan oleh pimpinanya.
  • Sebagai sumber informasi
Pemimpin dalam hal ini bertindak sebagai sumber informasi karena pemimpin merupakan tempat bertanyanya bawahan apabila mengalami kendala dalam menjalankan tugasnya.Oleh karena itu,pemimpin dituntut untuk kaya akan sebuah informasi sehingga mampu memberikan sebuah solusi kepada bawahan ketika mengalami suatu kendala.
  • Menciptakan keadilan
Pemimpin bertindak sebagai pencipta keadilan karena apabila seorang pemimpin tersebut tidak bersikap adil,maka akan berdampak pada perpecahan dalam sebuah organisasi tersebut.Dalam menyelesaikan konflik yang muncul dalam sebuah organisasi,seorang pemimpin hendaknya tidak berat sebelah sehingga masalah dapat terselesaikan tanpa adanya dampak negatif yang berkelanjutan.

C.     KEPEMIMPINAN DALAM KONTEKS ORGANISASI PUBLIK
Kepemimpinan dalam organisasi publik,dalam hal ini seorang pemimpin dituntut agar mampu mengintegrasikan variabel-variabel organisasi dengan manajemen sumber daya manusia ke dalam ranah manajemen seorang pemimpin yang bersangkutan. Variabel-variabel organisasi dalam hal ini meliputi tujuan organisasi,struktur organisasi,mekanisme tata kerja,dan sistem penghargaan yang diberikan kepada anggota organisasi ynag berprestasi. Wujud kepemimpinan dalam konteks organisasi publik ini ada 2 macam yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal merupakan seorang pemimpin yang untuk mencapai sebuah jabatannya tersebut membutuhkan sebuah perjuangan serta usaha yang keras. Contoh pemimpin formal yaitu seorang direktur,kepala desa,bupati,dan lain-lain. Sedangkan pemimpin informal adalah jabatan seorang pemimpin yang diperoleh tanpa membutuhkan sebuah usaha yang keras serta idak membutuhkan suatu pengorbanan. Jenis pemimpin ini umumnya dipilih masyarakat karena cenderung disegani oleh masyarakat sekitar. Contoh pemimpin informal adalah kyai,ustadz,dan tokoh masyarakat. 

D.    PERBEDAAN PEMIMPIN,MANAJER,DAN ADMINISTRATOR
Pada dasarnya,pemimpin,manajer,dan administrator ini sama,tetapi yang membedakan adalah ruang lingkupnya.Maksudnya,apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi maka posisi manajer ini jauh lebih tinggi daripada seorang administrator.Tetapi,apabila dilihat dari sudut pandang politik atau administrasi,maka posisi seorang administrator ini jauh lebih tinggi daripada seorang manajer.Pemimpin dapat dikatakan seorang manajer maupun seorang administrator karena untuk menjadi seorang pemimpin seorang pemimpin tersebut telah dituntut untuk mampum mengondisikan dirinya sebagai administrator maupun seorang manajer.apabila kita melihat fakta yang terjadi di lapangan maka akan banyak sekali seorang pemimpin yang menjadikan dirinya sebagai seorang manajer maupun sebagai seorang administrator,walaupun sebenarnya pemimpin tersebut telah mempunyai bawahan yaitu seorang administrator dan seorang manajer.Hal ini dapat terjadi karena kebanyakan pemimpin belum memahami apa filosofi dan eksistensi dari seorang pemimpin sehingga terjebak dalam peran yang salah.

E.     Gaya-gaya Kepemimpinan
             Pada pendekatan yang kedua memusatkan perhatian pada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan meliputi 1) Gaya dengan orientasi tugas dan 1) Gaya berorientasi dengan karyawan. Pada gaya yang pertama pemimpin mengarahkan dan mengawasi melalui tugas-tugas yang diberikan kepada bawahannya secara tertutup, pada gaya ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan gaya yang berorientasi pada karyawan lebih memperhatikan motivasi daripada mengawasi, disini karyawan diajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan melalui tugas-tugas yang diberikan.

F.      Teori X Dan Teori Y Dari McGregor
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
G.    Kisi-Kisi Manajerial Dari Blake Dan Mouton
Dua gaya manajemen ini mendasari dua pendekatan pada manajemen yang efektif. Pada gambar dibawah menunjukkan jaringan ( kisi-kisi ) dimana pada sumbu horizontal adalah perhatian terhadap produksi-produski sedang pada sumbu vertical adalah perhatian terhadap orang ( Karyawan ).
H.    Penelitian Di Universitas Ohio State Dan Michigan
Di universitas Ohio State, para peneliti mencoba mempelajari efektifitas dari perilaku kepemimpinan untuk menentukan mana yang paling efektif dari kedua
I.       Pendekatan Situasional “ Contingency”
Pendekatan ini menggambarkan tentang gaya kepemimpian yang tergantung pada faktor situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variabel lingkungan lainnya.
Mary Parker Follectt mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu 1) pemimpin, 2) bawahan 3) Situasi juga pemimpin harus berorientasi pada kelompok.
J.       Beberapa teori yang menjelaskan kemunculan pemimpin:
         a. Teori Genetis, menyatakan:
Bahwa pemimpin itu tdk dibuat, ia lahir jadi pemimpin krn bakat yg luar biasa yg dibawa sejak lahir. Bisa dipengaruhi oleh gen keturunan orang tua.
Bahwa ia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin karena sikon tertentu.
Secara filsafati teori ini menganut pandangan deterministis dan fatalistis.
         b. Teori Sosial <> lawan teori genetis, menyatakan:
Bahwa pemimpin tdk lahir begitu saja, tapi ia harus disiapkan dan dibentuk utk menjadi pemimpin.
Setiap org bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan/kaderisasi dan melalui proses pendidikan/ pembelajaran.
          c. Teori Ekologis, merupakan sintesa kedua teori
sebelumnya, menyatakan : Pemimpin yang ideal, jika sejak lahir telah memiliki bakat kepemimpinan kemudian bakat tsb dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan lingkungan/ ekologinya.

   K.    Syarat-Syarat Kepemimpinan
Syarat kepemimpinan biasanya selalu dikaitkan dengan tiga aspek penting, yaitu: Kekuasaan ; kewibawaan (gezaag) ; dan kemampuan/ kapasitas/kompetensi.
       a. Kekuasaan adalah : kekuatan, otoritas dan legalitas yg memberikan wewenang/   kepercayaan sebagai pemimpin utk mempengaruhi dan menggerakkan para pengikutnya.
      b. Kewibawaan (gezaag) adalah : kelebihan, keunggulan keutamaan, pemimpin mampu mengatur pengikutnya.
      c. Kapasitas/Kemampuan adalah : segala daya, kekuatan, kecakapan, kesanggupan, dan kecakapan/ keterampilan teknis maupun sosial yg dianggap melebihi anggota biasa. (IQ – EQ – SQ)
- Minimal ada tiga macam skill yang perlu dimiliki pemimpin, yaitu : conceptual skill- human relations skill – technical skill.
- Ketiga skill tsb, perlu dibarengi dengan : intelegensi yg cukup – kemampuan komunikasi yg baik – peka thd tujuan bersama.
- Pemimpin (manusia pasca modernis) ke depan diperlukan yang memiliki wawasan / skill yang luas, komprehensif.
STODGILL, menyatakan pemimpin idealnya memiliki beberapa kelebihan sbb:
     - Kapasitas -> cerdas, waspada, mampu berkomunikasi, kemampuan menilai.
     - Prestasi -> gelar kesarjanaan, wawasan, mendapat penghargaan dalam bidang-bidang tertentu.
    - Tanggung jawab -> mandiri, punya inisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan hasrat  untuk unggul.
    - Partisipatif -> aktif, sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, koperatif, mudah penyesuaian diri, punya rasa humor.
    - Status -> punya kedudukan sosial - ekonomi, populer, tenar,

Minggu, 17 November 2013

Konflik dan Negoisasi



A.  Definisi Konflik

              Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.

B. Pengertian Konflik Menurut Beberapa Ahli

Menurut Robbins (2002), konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negative atau akan segera mempengaruhi secara negative pihak lain. Menurut Sopiah (2008), konflik itu adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Menurut Suprihanto (2003), konflik adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama, atau menjalankan kegiatan bersama-sama, atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda.  Mastenbroek dalam Soetopo  (2010), memandang konflik sebagai situasi di mana ketentuan tak berjalan, pernyataan ketidakpuasan, dan penciutan proses pembuatan keputusan. Menurut Soetopo (2010), konflik adalah suatu pertentangan dan ketidakseusaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional. Menurut Kreitner (2005), konflik adalah sebuah proses di mana satu pihak menganggap bahwa kepentingan-kepentingannya ditentang atau secara negative dipengaruhi oleh pihak lain.

C. Pandangan Tentang Konflik.

  Terdapat tiga sudut pandang atau pandangan terhadap konflik yang terjadi dalam organisasi, antara lain: 

 

1.   Pandangan Tradisional 

Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari. Pandangan ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun 1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka. Ini merupakan pandangan sederhana. Karena semua konflik harus dihindari, kita hanya perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.


2.      Pandangan Hubungan Manusia

Pandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah kejadian alamiah dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan manusia mendorong kita untuk menerima keberadaan konflik.pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

  

 3.      Pandangan Interaksionis 

Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah baik. Terdapat dua kategori konflik, yaitu: 

a.       Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok       dan       meningkatkan kinerjanya.


b.      Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:             

a.       Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.

b.      Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.

D.  Jenis Dan Penyebab 

      Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yait

1.      Konflik Konstruktif

Adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.


2.      Konflik Destruktif   

      Adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi organisasi.


Ditinjau dari segi instansionalnya, konflik terbagi menjadi tiga jenis,  antara lain:

1)     Konflik kebutuhan individu dengan peranan dalam organisasi

2)     Konflik peranan dengan peranan

3)     Konflik individu dengan individu lain

Setiap orang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga sering kali berbenturan dengan peranan yang harus dijalankan dalam organisasi atau bahkan berbenturan dengan kebutuhan orang yang laiinya.


Ditinjau dari segi materi yang dikonflikkan, terdapat empat jenis konflik, yaitu:

1.      Konflik Tujuan: Konflik jenis ini terjadi jika ada 2 atau lebih tujuan yang kompetitif atau bahkan kontradiktif.


2.      Konflik Peranan

Peranan adalah konsep yang sangat penting dalam organisasi karena akan membantu memahami perilaku yang diharapkan dari pihak yang menduduki posisi tertentu dalam organisasi (Suprihanto, 2003). Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan setiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama. Di sisi lain, banyaknya peranan dalam keseluruhan organisasi semakin membuka peluang munculnya konflik ini.

3.      Konflik Nilai

Menurut Milton Rokeach dalam Kreitner (2005), nilai adalah kepercayaan yang bertahan lama di mana model sikap khusus atau sifat-akhir eksistensi secara pribadi atau secara social lebih disukai daripada model sikap yang seballiknya atau yang bertentangan dengan sifat akhir eksistensi. Konflik nilai muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dan nilai yang dijunjung tinggi antar-organisasi tidak sama.

4.      Konflik Kebijakan: Dapat terjadi karena adanya ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap kebijakan yang disampaikan oleh pihak tertentu (Soetopo, 2010).


     Sopiah (2008) membedakan konflik dalam beberapa perspektif, antara lain :

1.      Konflik Intraindividu: Konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.

2.      Konflik Antarindividu: Konflik yang terjadi antarindividu yang berbeda dalam suatu kelompok atau antarindividu pada kelompok yang berbeda.

3.      Konflik Antarkelompok: Konflik yang bersifak kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lain.

4.      Konflik Organisasi: Konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional.

     Mastenbroek dalam Soetopo (2010), membagi konflik menjadi 4 jenis, antara lain:

1.      Instrumental Conflicts: Terjadi karena ketidaksepakatan komponen organisasi dan proses pengoperasiannya.

2.      Socio-emotional Conflicts: Konflik ini berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka kepercayaan, rasa terikat dan identifikasi terhadap kelompok, lembaga, dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi satu dengan yang lain. 

3.      Negotiating Conflicts: Adalah ketegangan-ketegangan pada waktu terjadinya proses negosiasi, misalnya pada waktu membagi barang, uang, fasilitas, wewenang.

                        4.      Power and Dependency Conflicts: 
       
                       E.     Proses Konflik
                       1.      Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan : Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:

a.       Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik.

b.      Struktur : Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.

c.       Variabel-variabel Pribadi

Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik

2.     Tahap 2: Kognisi dan Personalisasi


Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak  akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.

3.      Tahap 3: Maksud


Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:

a.       Bersaing

Yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain dipersalahkan atas suatu masalah.

b.      Bekerja sama

Yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi berbagai sudut pandang.

c.       Menghindar

Yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat.

d.      Akomodatif

Yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban.

4.     Tahap 4: Perilaku

Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.

5.      Tahap 5: Akibat

Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.

a.      Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.

b.      Akibat disfungsional

Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.

c.       Menciptakan konflik fungsional

Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.

F.      Negosiasi



Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak ( atau lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan. Menurut Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.

                        Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.

 

G.    Strategi  Negosiasi 

1.      Negosiasi Menang-Kalah ( Win-Lose )

Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol ( zero sum game ). Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi  pastilah salah satu pihak akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).

2.      Negosiasi Menang-Menang ( Win-Win )

Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif , dalam bernegosiasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan positif.  Situasi –situasi penjumlahan positif adalah pendekatan di mana setiap pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain ( Ivancevich, 2007).

Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang ( seperti antara atasan dengan bawahan dalam menentukan tanggal penyelesaian proyek yang dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu kelompok ( seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan dalam kelompok), antarkelompok ( seperti yang terjadi antara departemen pembelian dan penyedia material mengenai harga, kualitas, atau tanggal pengiriman), melalui internet ( Ivancevich, 2007)

H.    Proses Negosiasi

Robbins (2008) menjelaskan tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:

1.      Persiapan dan perencanaan :sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.

2.      Penentuan aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal  atau tuntutan awal mereka.


3.      Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.

4.      Penutupan dan implementasi : tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.

I.       Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga

Pihak ketiga dilibatkan saat pihak-pihak yang bernegosiasi mengalami jalan buntu,adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Dalam keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan pihak ketiga semakin banyak digunakan.

     Ivancevich( 2007: 63) salah satu tipologi menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:

1.      Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun rekomendasi  yang dibuat oleh pihak ketiga

2.      Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.

3.      Konsiliasi  adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.